pionnews.com – Merah Putih berkibar gagah di langit Sulawesi Utara pada upacara peringatan HUT Ke 80 Republik Indonesia. Di balik megahnya seremoni, ada kisah pilu yang kini viral: Agusrinto Diawang, siswa SMA Negeri 1 Beo, Kabupaten Talaud, salah satu anggota Paskibraka Sulut 2025, justru terlantar di Manado setelah menjalankan tugas sakralnya.
Pemuda belia yang dengan penuh disiplin mengibarkan bendera kebanggaan bangsa ini tak punya cukup biaya untuk kembali ke kampung halamannya di Talaud. Alih-alih pulang dengan kebanggaan, ia terpaksa menanggung kebingungan dan keprihatinan di tengah hiruk pikuk ibu kota provinsi.

Kisah ini cepat menyebar di media sosial dan menyulut rasa iba publik. Banyak yang menilai kejadian ini bukan hanya soal transportasi, melainkan potret buram penghargaan negara terhadap putra-putri terbaik bangsa.
“Anak yang sudah mengibarkan bendera di momen bersejarah, masa harus terlantar? ini menyayat hati,” ucap salah satu warga yang melihat postingan di fb.
Sorotan tajam kini tertuju pada Pemerintah Provinsi Sulut yang bertanggung jawab terhadap pembinaan dan fasilitasi Paskibraka.
Publik menuntut jawaban, mengapa seorang paskibraka bisa dibiarkan pulang dengan nasib tak pasti? Di satu sisi, upacara kemerdekaan digelar penuh wibawa, dengan panggung megah dan sambutan meriah.
Namun di sisi lain, seorang pengibar bendera justru harus menghadapi kenyataan pahit: tugas negara selesai, perjuangan pribadi baru dimulai.
Hingga kini, belum ada keterangan resmi dari pihak Provinsi Sulut. Sementara itu, suara publik terus bergema: “Kalau pengibar bendera saja tak terurus, bagaimana dengan rakyat kecil lainnya,”.
Tinggalkan Balasan