pionnews.com – Sektor pariwisata Kota Manado kembali menjadi sorotan tajam, kali ini dari anggota DPRD Kota Manado.
Dalam rapat pembahasan bersama Pemerintah Kota (Pemkot) Manado, para legislator menilai Dinas Pariwisata gagal menunjukkan gebrakan berarti dalam beberapa tahun terakhir.
Anggota DPRD Manado, Muhammad Iqbal Anshari, mengingatkan Pemkot agar serius membenahi wajah pariwisata daerah. Menurutnya, hingga kini belum ada destinasi baru yang signifikan selain ikon lama seperti Bunaken.
“Kota ini cenderung bergerak di sektor jasa, jadi seharusnya pariwisata menjadi penopang utama ekonomi lokal. Wisatawan, terutama generasi baru, menginginkan destinasi yang lebih beragam dan terkini,” tegas Iqbal.
Senada, legislator Monica Tambajong dari PSI menilai Pemkot dan Dinas Pariwisata terlalu pasif dalam menggali potensi lokal. Ia menekankan pentingnya strategi promosi digital dan keterlibatan masyarakat.
“Gunakan media sosial secara serius. Libatkan Nyong dan Nona, komunitas kreatif, hingga influencer untuk promosi organik. Generasi muda adalah pasar utama pariwisata saat ini,”ujar Monica.
Namun kritik terhadap Dinas Pariwisata bukan hanya soal promosi. Minimnya program strategis, kurangnya inovasi, dan promosi yang masih konvensional membuat sektor ini tertinggal dibanding daerah lain di Sulawesi Utara.
Pelaku usaha pariwisata mengeluhkan tidak adanya roadmap jelas, kalender event tahunan yang menarik, atau program pengembangan destinasi baru.
“Selama ini hanya seremonial. Tidak ada arah jelas agar destinasi kita bisa bersaing dengan Likupang atau bahkan Bunaken di masa jayanya,” kata seorang pelaku travel yang enggan disebut namanya.
Kritik juga diarahkan pada absennya event berskala nasional maupun internasional yang mampu mendongkrak nama Manado. Event yang ada dinilai kecil-kecilan, bersifat lokal, dan tanpa evaluasi dampak terhadap kunjungan wisatawan.Fasilitas di destinasi lama seperti Bunaken, Boulevard, hingga God Bless Park juga tak mengalami revitalisasi berarti.
Sementara itu, destinasi baru yang bisa menjadi ikon kota belum kunjung diwujudkan.
“Kalau ada yang tanya apa yang baru dari pariwisata Manado lima tahun terakhir, kita sendiri bingung jawabnya,” sindir seorang warga.
Di sisi anggaran, publik mempertanyakan efektivitas penggunaan dana APBD sektor pariwisata. Menurut sejumlah pihak, sebagian besar dana habis untuk belanja rutin, bukan program berdampak langsung.
Lebih ironis lagi, mandeknya pariwisata Manado jelas bertolak belakang dengan prioritas Gubernur Sulawesi Utara, Yulius Stevanus Komaling (YSK), yang mendorong Sulut sebagai destinasi unggulan nasional. Tanpa inovasi dan terobosan dari Dinas Pariwisata Kota, visi besar itu bisa berakhir hanya sebagai slogan.
“Dana habis tapi hasilnya tidak terlihat. Harus ada transparansi dan indikator jelas, seperti peningkatan jumlah wisatawan atau belanja wisata,” kata seorang akademisi Universitas Sam Ratulangi.
Tinggalkan Balasan